Studi terbaru menemukan bahwa petani kelapa sawit independen sering terpinggirkan dalam rantai pasok yang berorientasi keberlanjutan. Banyak perusahaan besar sudah menerapkan standar lingkungan ketat karena permintaan global, tetapi para petani kecil justru tidak punya akses mudah ke sertifikasi seperti ISPO atau RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). Faktor penyebabnya beragam, mulai dari biaya sertifikasi yang mahal, kurangnya pelatihan, sampai keterbatasan teknologi dalam mendukung keterlacakan hasil panen. Akibatnya, meskipun hasil sawit mereka tetap dibeli, petani ini tidak masuk ke sistem formal yang diakui sebagai rantai pasok berkelanjutan.

Dampaknya cukup besar bagi ekonomi lokal. Petani independen bisa saja menjual sawit mereka dengan harga lebih rendah karena tidak memenuhi standar global. Selain itu, ada risiko mereka tersingkir bila perusahaan pembeli hanya menerima sawit bersertifikat. Kondisi ini menciptakan kesenjangan antara petani kecil dan perusahaan besar, padahal kontribusi petani independen terhadap produksi sawit nasional cukup signifikan. Solusi yang sedang didorong adalah memberi subsidi biaya sertifikasi, pendampingan langsung, dan akses teknologi supaya petani kecil bisa ikut serta dalam rantai pasok hijau.

Sumber: https://www.hawaii.edu/news/2025/09/11/palm-oil/?